Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Ahlan wa Sahlan ya Akhi, ya Ukhti

Fiqih Shiyam (Bagian ke-1)

Written By Rizky Priyatna on Minggu, 31 Juli 2011 | 02.59


I. Ketentuan Puasa

A. Terjemah Surat Al- Baqarah ayat 183-184

Hai Orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 183-184)

B. Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 183-187

1. Mufradat:

كتبَ عليكم

Diwajibkan atas kamu semua

أياماً معدودات

Bulan Ramadhan

فعدَّةٌ

Yang wajib baginya adalah puasa setelah Ramadhan sejumlah hari yang ditinggalkan selama Ramadhan

يطيقونه

Mampu berpuasa dengan berat, atau tidak mampu sama sekali seperti orang tua dan ibu hamil dan menyusui

فِديَة

Berbuka dan membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang

menambahkan makanan, atau berpuasa dan memberi makan

yang membedakan antara hak dan bathil

فِديَة

Bekal dalam memberi makan, atau puasa sambil memberi makan

الفرقان

apa yang dapat membedakan antara yang haq dan batil.

فمن شهدَ منكم الشهرَ

barang siapa yang datang Ramadhan sedang ia dalam keadaan mukim, bukan musafir berakal dan sudah baligh

ولتُكملوا العِدّة

agar kau sempurnakan puasa Ramadhan, dengan berpuasa menggantikan hari-hari yang kau tinggalkan setelah bulan Ramadhan

الرفَثُ إلى نسائكم

bahasa halus dari hubungan suami istri

تختانون أنفُسَكم

menganggapnya berkhianat, karena ingin makan, minum dan berhubungan suami istri di waktu malam, padahal itu haram

فتابَ عليكم

telah diringankan beban berat ini

باشروهن

kata lain dari hubungan suami istri

وابتغوا

carilah
حتى يتبيَّن لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسودputihnya siang dan hitamnya malam

إلى الليل

sehingga terbenam matahari

عاكفون

dalam keadaan beri’tikaf. Arti I’tikaf: diam di masjid dengan niat beribadah, orang yang beri’tikaf tidak diperbolehkan berhubungan suami istri

2. Ta’rif Shiyam dan Masyru’iyyahnya

Shiyam adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam matahari disertai dengan niat. Allah mewajibkan puasa Ramadhan kepada kaum muslimin ini pada tahun kedua hijriyah, tanggal 2 Sya’ban.

Hukum shiyam ini disampaikan dalam tiga tahap, yaitu:

Tahap pertama: Puasa diwajibkan dengan pilihan, siapa yang mau berpuasa dipersilakan dan siapa yang tidak mau dipersilakan pula, meskipun mampu, dengan membayar fidyah. Itulah firman Allah: QS. 2: 184, artinya Bagi orang yang tidak mampu puasa dan tidak berpuasa, ia wajib memberi makan seorang miskin, menggantikan puasa sehari

Tahap Kedua: puasa diwajibkan tanpa pilihan, dan diberikan rukhshah bagi orang yang sakit. Musafir berbuka dan berpuasa setelah Ramadhan menggantikan hari yang ditinggalkan. Itulah firman Allah: QS. 2: 185

Tahap Ketiga: diperbolehkan makan minum dan hubungan suami istri, sejak terbenam matahari hingga terbit fajar hari berikutnya. Pada dua marhalah sebelumnya jika orang yang berpuasa sudah tidur maka ia haram makan minum dan hubungan suami istri sampai hari berikutnya, sehingga hal ini memberatkan kaum muslimin, maka turunlah ayat QS.2:187 Dihalalkan bagimu……sampai firman Allah…dan makan minumlah sehingga jelas bagimu benang putih dari benang merah…

Ulama Islam telah berijma tentang kewajiban puasa di bulan Ramadhan, yang merupakan salah satu rukun Islam, dan mengingkarinya dianggap murtad.

3. Syarat-syarat shiyam

Syarat shiyam ada dua macam yaitu:

  1. syarat wajib shiyam, artinya syarat yang membuat puasa wajib bagi seseorang, yaitu: Islam, Mukallaf (akil baligh) dan mampu berpuasa. Puasa tidak diwajibkan pada yang tidak muslim, tidak wajib pula pada muslim yang belum mukallaf, seperti orang gila, anak-anak, walaupun anak-anak disuruh puasa sebagai latihan, bahkan dipukul jika tidak puasa ketika sudah berusia 10 tahun, dan telah dianggap shah puasanya ketika sudah masuk usia mumayyiz (kurang lebih tujuh tahun). Sebagaimana tidak wajib puasa atas orang yang tidak mampu sama sekali, seperti orang tua, orang sakit berat, hanya wajib fidyah.
  2. syarat pelaksanaan atau keabsahan. Yaitu syarat yang harus dipenuhi agar puasanya sah dan diterima, yaitu: Islam, Mumayyiz (bagi anak-anak) bersih dari haidh dan nifas. Orang yang sedang haidh dan nifas wajib berpuasa, tapi tidak sah puasanya sehingga keduanya bersuci, keduanya tidak puasa selama masa haidh dan nifasnya, sehingga ketika keduanya suci ia wajib puasa menggantikan hari yang ditinggalkan. Sebagaimana disyaratkan bagi sahnya puasa itu, harus pada hari-hari yang tidak dilarang berpuasa, seperti hari ied dll.

– Bersambung



Tim Kajian Manhaj Tarbiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar